MEDIA MASSA DAN SISTEM
PEMERINTAHAN
·
Pola Hubungan Media Massa dan Pemerintah
Berbicara tentang hubungan Pemerintah
dan media tidak bisa dilepaskan dari sistem pers yang dianut dalam suatu negara. Pengertiannya
ialah bahwa sistem pers yang dianut
dalam suatu negara merupakan bagian atau
susbsistem dari sistem komunikasi. Sedangkan sistem komunikasi itu sendiri
merupakan bagian suatu sistem sosial dan
politik . Oleh karena itu untuk mengetahui hubungan pemerintah dan media kita
tidak bisa lepas dari bentuk sistem sosial dan bentuk pemerintahan suatu negara
dimana sistem pers itu berada dan berfungsi. (Rahmadi: 1990: 29)
Sistem adalah seperangkat atau
kesatuan objek, yang mana satu objek dengan objek yang lain saling berkaitan,
bahkan saling bergantung (Littlejhon 1989 : 35). Sistem sosial Indonesia
terdiri dari beberapa subsistem seperti subsistem ideologi, politik, ekonomi,
budaya, komunikasi, pertahanan, dan keamanan. Subsistem satu dengan yang
lainnya saling mempengaruhi, namun subsistem ideologi dan politiklah yang
paling mempengaruhi subsistem yang lainnya termasuk subsistem media massa.
Dengan demikian, sistem media massa mencerminkan falsafah dan sistem politik
negara dimana dia berfungsi.
Apabila kita menempatkan pers ke
dalam kedudukannya sebagai pelaku dan kekuatan sosial politik masyarakat yang berhadapan dengan kekuatan politik
negara, maka orientasi ini media dilihat dalam kerangka posisi politik terhadap
negara. Dalam arti posisi politiknya kuat atau lemah terhadap kekuasaan negara.
Ukuran yang dipakai untuk menilai kuat lemahnya posisi pers adalah sejauh
manakah pers mempunyai peran/pengaruh dalam pembentukan kebijakan politik.
Terdapat dua proposisi yang dapat
dilihat disini. Pertama, Apabila
kedudukan politik negara dominan/kuat, maka pers berserta kekuatan-kekuatan
politik non negara yang lainnya menjadi sub-ordinan/lemah dalam pembentukan
kebijakan politik. Artinya posisi politik pers lemah. Kedua, apabila kedudukan politik masyarakat,
termasuk pers, dominan/kuat dalam pembentukan kebijakan politik tertentu, maka
negara menjadi “sub-ordinan”/”lemah”. Artinya poisisi politik pers kuat.
Media massa sering disebut sebagai
kekuasaan keempat dalam pemerintahan setelah eksekutig, legislatif, dan
yudikatif. Istilah itu menunjukkan bahwa media massa adalah sebagai alat
pengawas pemerintah (watch dog)
Pandangan Ithel De Sola Pool tentang
hubungan pemerintah dan media sangat diametral dalam posisi yang saling
berhadap-hadapan. Sola Pool dengan nada provokatif mengandaikan hubungan
pemerintah dengan media layaknya sebagai musuh (adversary relationship).
Pemerintah disebut sebagai St. George (orang suci) sedangkan media
dijuluki sang naga (dragon).
Jargon ini sangat diyakini ada di
antara para wartawan di Washinton DC. Mereka melihat dirinya sendiri ada dalam
suasana perang di dalam mempertahankan kepentingan orang banyak atas perlakuan
para politisi yang hanya berbicara atas kepentingannya sendiri.
Menurut Dan Nimmo media memiliki lima
fungsi yaitu:
1. Collection and presentation of objective information, disini media bertindak mengumpulkan
fakta dari peristiwa yang terjadi di sekelilingnya dan menyajikannya ke publik.
Tetapi yang penting ditekankan bahwa dalam melakukan fungsi tersebut wartawan
hendaknya bersikap impartiality dan sedikit mungkin bias
2. To interpret the news, disini media berperan sebagai
interpreter terhadap suatu peristiwa yang diliputnya. Ia menjelaskan ke publik
menyebab dan implikasi dari peritiwa itu sehingga publik yang tidak terbiasa
dengan cara bekerjanya pemerintah dapat memahami tentang relevansi fakta yang
mereka baca. Sebagian pakar menerima fungsi interpretasi mirip konsep advocacy
journalism. Advocacy adalah suatu bentuk interpretasi yang di dalamnya mampu
menjelaskan arti suatu fakta (interpretation) terhadap sudut pandang tertentu.
3. Responsibility of the press in a democracy, artinya memberi tugas kepada media
massa agar lebih representative atau mewakili publik di dalam melawan
pemerintah
4. Responsibility,
di sini media dituntut bertanggung jawab untuk menentukan opini public dan to
inform the public & the government tentang iklim suatu informasi (the
climate of opinion). Fungsi keempat ini dianggap sebagai fungsi yang khusus
dari media massa yang mampu menciptakan apa yang disebut a mass society.
5. Partsisipant,
artinya bagaimana reporter melihat dirinya sendiri sebagai partisipan di dalam
proses pemerintahan.
Dan Nimmo (1993) selanjutnya
mengatakan bahwa wartawan tidak mengumpulkan berita seperti anak memetik bunga
dipadang rumput. Berita politik adalah kreasi gabungan antara jurnalis yang
merakit serta melaporkan berita dan komunikator politik (politikus dan
jurubicara) yang mempromosikannya.
Selanjutnya wartawan berkerja selalu
berlandaskan pada nilai berita, news peg dan kesanggupan memperoleh informasi
dari sumber berita. Dan Nimmo (1993:228) mengatakan bahwa sumber berita dalam
elit politik meliputi:
1. Pejabat yang dipilih dan ditunjuk
dalam posisi pembuat kebijakan, yaitu pejabat kebijakan seperti presiden,
kabinet dan kepala jawatan serta bawahan
mereka, anggota kongres dan pembantu mereka, pejabat yudikatif dan sebagainya.
2. Pejabat yang ditunjuk khusus untuk
menangani pers, baik yang tunjuk dari partai politik maupun pejabat penerangan
degan berbagai label seperti sekretaris pers, pejabat penerangan publik, agen
pers, personel hubungan masyarakat dsb
3. Juru bicara kepentingan yang termasuk
lobbyist, pemimpin kelompok kepentingan umum, eksekutif koorporasi, ketua dan
pejabat partai politik utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar